Sifat Orang Dengan Bahasa Ngapak




Banyak stigma yang dilekatkan pada orang berbahasa ngapak. Ada yang menilai lucu, ndeso, atau bahkan katrok.
Stigma itu terkadang membuat penutur bahasa ngapak yang lahir dari lingkungan berbahasa ngapak justru meninggalkan bahasa leluhur itu. Mereka minder sehingga berupaya menutupi identitas kebahasaan itu.
Meski demikian, saat ini masih banyak anak muda yang tahu bahwa bahasa ngapak adalah keniscayaan sosial.  Mereka menganggap bahasa ngapak sebagai kekayaan tradisi yang unik. Tanpa canggung,mereka bicara ngapak, bahkan berkreativitas dengan bahasa ngapak.
Jauh lebih penting dari itu, bahasa ngapak ternyata memiliki nilai-nilai mulia. Bahasa ngapak menggambarkan 5 karakter mulia berikut ini.

Orang Ngapak Cenderung Jujur

Bahasa ngapak adalah bahasa yang blakasuta atau apa adanya. Seseorang dengan bahasa ngapak tidak mudah berbasa-basi apalagi berbohong. Dia akan mengatakn sesuatu sesuai pikirannya meskipun itu terdengar kurang nyaman didengar orang lain.
Menurut peneliti Universitas Muhamamadiyah Purwokerto, cablaka atau blakasuta adalah karakter universal Banyumas. Memang ada karakter yang secara khusus menyangkut daerah-daerah tertentu yang dikenal sebagai pralambang yang termuat dalam Prim bon Sabda Amerta.
Bagi warga Banyumas misalnya, ada ungkapan bayem gatel tuwuh ing tegal, kebo gupak ing talunan untuk, Purwokerto, pandhan rangkep aneng jero paseban untuk Purbalingga, wedhung
sumlandhang untuk Cilacap, dan landhak mati aneng elenge untuk Banjarnegara.

Kreatif

Ada banyak ungkapan dalam bahasa ngapak yang tidak ditemukan terjemahnnya dalam bahasa Indonesia maupun Inggris. Ini karena bahasa ngapak adalah bahasa yang sangat produktif. kata-kata dalam bentuk ngapak bisa dikreasikan dengan memanfaatkan unsure-unsur bunyi.
Di Banyumas dan sekitarnya, misalnya, ada kata “nyelakamin” dan “mbelekataket”. Di Banjarnegara ada ungkapan “kemlinthi”. Setiap penutur bahasa ngapak berhak dan punya kesempatan menciptakan ungkapan sendiri yang unik sesuai perasaannya.

Spontan

Saat bicara bahasa ngapak, seseorang punya kecenderungan spontan. Penutur bahasa ngapak berupaya melahirkan kata-kata yang sederhana sesuai yang sedang dipikirkannya. Orang-orang ngapak agak abai pada kerapian gramatikal. Sifat ini berkaitan dengan sikap  hidup orang ngapak yang egaliter.

Bersahaja

Jika bahasa Jawa keraton diciptakan priayi untuk mengukuhkan kelas sosial mereka yang tinggi, bahasa ngapak diciptakan oleh masyarakat agraris yang sederhana. Maka ungkapan-ungkapan dalam bahasa ngapak pun menggambarkan sikap hidup warganya yang sederhana.
Orang ngapak di Banyumas dan sekitarnya merefleksikan kepribadian dirinya pada tokoh Bawor. Dalam pewayangan, tokoh ini dikenal tokoh kelas bawah, merakyat, tidak terlalu pandai namun jujur.

Egaliter

Dalam persepsi masyarakat Banyumas, tidak ada kelas sosial yang terlalu hierarkis antara yang ningrat dengan yang rakyat biasa. Sebaliknya, mereka menghendaki terwujudnya masyarakat egaliter yang setara. Oleh karena itu, orang Banyumas terbiasa memperlakukan orang lain sebagai mitra. Kepada atasaan mereka tidak bisa munduk-munduk. Kepada bawahan mereka tidak dapat semena-mena.
Sikap seperti ini bisa tampak ketika dua orang ngapak bicara. Meski mereka berasal dari kelas sosial berbeda (di kantor), mereka bisa segera akrab. Sangking akrabnya, bahasa yang mereka gunakan adalah bahasa yang semblothongan.

Tegas, Berani Melawan

Bahasa Jawa ngapak dengan vocal “a” adalah bentuk bahasa Jawa kuna. Ketika Kerajaan Mataram memperbarui mengganti vocal “a” menjadi “o”, warga ngapak bertahan untuk menggunakan “a”.
Keputusan Mataram merupakan keputusan politik yang berorientasi pada penaklukan secara kultural. Hal itu disadari oleh penutur bahasa ngapak di Banyumas dan sekitarnya. Mereka berupaya melawan dengan tetap mempertahankan vocal “a”.
Sikap berani melawan memang jadi kekhasan warga Banyumas. Dalam Babad Banyumas, sikap semacam itu tergambar dalam sosok Banyak Thole yang berani melawan Demak, dan Kamandaka.

Humoris

Dulu ada grup lawak bernama Peang Penjol yang membanyol dengan bahasa ngapak. Grup ini bisa memberdayakan bahasa ngapak menjadi bahas yang ekspresif dan humoris.
Cara yang sama pernah digunakan oleh Curanmor (Curahan Perasaan dan Humor) yang disiarkan melalui sebuah radio. Baik Peang Penjol maupun Curanmor telah memikat penyuka lawakan, bukan hanya di Jawa Tengah saja, melainkan ke seluruh Indonesia.

Dekat dengan Alam

Ada ungkapan, orang Banyumas sebagai Adoh ratu cedhak watu. Itu artinya, orang Banyumas adalah orang yang jauh dari penguasa namun dekat dengan alam.
Ungkapan ini ada benarnya. Sebab, mayoritas penduduk Banyumas di lembah Sungai Serayu memang menekuni profesi sebagai petani. Dalam keseharian, mereka dekat dengan sungai, sawah, pepohonan, rerpumputan, bahkan hutan.
Sikap hidup ini membuat bahasa ngapak memiliki kosakata yang sangat beragam untuk menggambarkan kondisi alam. Dalam bahasa Banyumas dikenal nama-nama benda alam, tumbuhan, dan hewan sampai jenis yang sangat spesifik.

Romantis

Karena pada dasarnya dekat dengan alam, orang berbahasa ngapak cenderung menyukai keindahan dan kerahmonisan. Dalam hubungan antarjenis, sifat itu membuat orang berbahasa ngapak menjadi pribadi yang romantic.
Memang sih, orang ngapak tidak pandai membuat sayir seperti masyarakat Melayu. Namun, orang-orang ngapak adalah orang yang tahu bagaimana harus memperlakukan kekasihnya dengan baik. Serius!

Religius

Bahasa Banyumas kini telah digunakan sebagai salah satu terjemahan bahasa Al-Quran. Sastrawan Ahmad Tohari mempelopori proyek penerjemahan Al-Quran ke bahasa Banyumas.
Ini menunjukkan bahwa bahasa Banyumas memiliki kapasitas untuk menggambarkan ungkapan-ungkapan keagamaan.
Tag : banyumas, daerah
0 Komentar untuk "Sifat Orang Dengan Bahasa Ngapak"

Back To Top