Antara Mitos dan
Mistis, itulah dua hal yang selama ini lekat dengan Jalan Raya Krumput,
Banyumas, Jawa Tengah. Seperti
apa sebenarnya Jalan Raya Krumput itu?.
Jalan Raya Krumput
berada di Kecamatan Kemranjen, Kabupaten Banyumas. Jalur ini menjadi akses
utama lalu lintas dari Yogyakarta menuju ke Purwokerto dan sejumlah daerah lain
di Jawa Tengah bagian barat dan utara. Jalan ini menembus perbukitan yang
merupakan perkebunan karet miliki PTPN. Dengan medan berkelok-kelok, separuh
Jalan Raya Krumput adalah tanjakan dan separuh lainnya adalah jalan yang
menurun tajam. Beberapa kendaraan kerap gagal naik atau macet di tanjakan
Krumput.
Meski berupa aspal yang halus namun Jalan Raya
Krumput tidak terlalu lebar bahkan menyempit di beberapa ruas. Sementara
minimnya penerangan pada malam hari membuatnya semakin beresiko untuk dilalui
terutama bagi mereka yang baru pertama kali atau tidak terbiasa melalui jalur
ini.
Sudah banyak catatan kecelakaan yang terjadi
di Krumput. Peristiwa kecelakaan kecelakaan tersebut kembali
“mengangkat” nama Krumput sebagai jalur maut.
Namun pada
perkembangannya kecelakaan tersebut menjadi berita nasional bukan hanya karena
catatan jumlah korban jiwa. Mitos mengenai sejarah yang pernah terjadi di jalur
Krumput juga sedikit banyak kembali mencuat meski sudah lama menjadi
perbincangan diam-diam masyarakat Banyumas.
Jika anda melewati jalur
ini jangan terkejut menjumpai puluhan orang mulai dari yang sudah renta,
remaja, orang tua hingga anak-anak berdiri dan duduk persis di pinggir jalan.
Tak jarang juga dijumpai bayi-bayi dalam gendongan orang tua yang bersila di
batu-batu sambil memegang payung. Apa yang mereka lakukan di sana?.
Para pemungut koin termasuk orang tua dan
anak-anak berjalan mencari koin yang baru saja dilemparkan oleh pelintas di
Jalan Raya Krumput.
Selama puluhan tahun Krumput dikenal karena
pemandangan tersebut. Puluhan orang itu adalah pemungut uang koin di jalan
Krumput. Lalu dari mana uang-uang itu?.
Pengendara yang melalui Krumput umumnya sudah
mengerti jika mereka diharapkan melempar koin atau uang saat melintasi jalur
ini. Alasannya beragam, ada yang memberi dengan niat sedekah, namun
“kepercayaan” yang melekat selama ini mengenai kebiasaan lempar koin tersebut
berkaitan dengan sejarah dan mitos yang berkembang di jalur Krumput. Mitos yang
lekat dengan cerita mistis.
Masyarakat setempat meyakini jika dahulu jalur
Krumput merupakan tempat terbunuhnya ribuan tentara Jepang. Ditambah dengan
berbagai penuturan orang tua dahulu akhirnya masyarakat termasuk pelintas
jalan kerap meninggalkan sesaji demi keselamatan mereka. Pada
perkembangannya kebiasaan memberikan sesaji berganti dengan memberikan koin
uang dengan cara dilempar ke jalan.
Ada semacam
kepercayaan jika bunyi gemerincing dari koin yang dilempar ke jalan akan
mengalihkan perhatian para “penunggu” Krumput sehingga mereka tidak jadi
mengganggu para pelintas jalan. Mitos dan cerita setempat memang menganggap
jalur Krumput memiliki banyak penunggu. Salah satu tempat yang dikenal angker
berada di titik yang ditumbuhi sebuah pohon besar.
Namun ada juga
pelintas yang melempar koin hanya karena ikut-ikutan tanpa mengetahui
mitos yang berkembang. Sebagian lainnya berada di tengah-tengah yakni melempar
koin sebagai bentuk “kulonuwun” atau permisi.
Kebiasaan lempar koin yang dilakukan para pelintas
akhirnya mendorong masyarakat di sekitar jalur Krumput untuk memungut uang-uang
tersebut. Mereka menunggu di tepi jalan dan dengan cepat akan mengambil uang
yang dilemparkan ke jalan. Pemandangan ini sesungguhnya menakutkan karena
selain duduk dan berdiri sangat dekat jalan raya, mereka juga tak segan berlari
ke badan jalan untuk mengambil koin yang dilemparkan.
Diceritakan oleh Mbah Rohmat, Budayawan yang juga
mantan Kades setempat, pada tahun 90-an kejadian kecelakaan di Krumput bisa
dijumpai hampir setiap hari. Ini terjadi karena kondisi
jalanan yang berkelok tajam dan banyak jurang. Maka warga setempat berjaga di
jalanan untuk memberi pertolongan jika terjadi kecelakaan. Bagi pengendara yang
sedang melintas dengan selamat, berinisiatif melemparkan uang recehan sebagai
wujud buang sial. Seiring berjalannya waktu, semakin banyak pengendara yang
juga membuang receh untuk keselamatannya. Uang receh yang berceceran dipungut
oleh warga. Bermula
dari itu, kini semakin banyak warga yang tertarik untuk memungut uang receh di
jalan itu
Selama bertahun-tahun hingga kini pemungut koin di
jalur Krumput tidak berkurang bahkan bisa dijumpai selama 24 jam. Beberapa kali
melintasi jalur ini malam hari, saya memandang miris dari balik kaca jendela.
Anak-anak dan orang tua duduk di pinggir jalan sambil membawa obor. Adanya
obor-obor tersebut memang sedikit bisa menjadi pemandu dan penerang jalan
karena pada malam hari jalur Krumput minim penerangan. Namun sukar membayangkan
apa yang mereka rasakan saat duduk di tengah gelap malam di tengah perbukitan
yang gulita dan dingin hanya untuk memungut koin yang belum tentu mereka
dapatkan. Ternyata mereka melakukannya bukan hanya karena keinginan memungut
koin melainkan meneruskan kebiasaan “menjaga” jalan seperti yang telah
dilakukan orang-orang tua mereka. Mitos memang selalu sukar untuk ditinggalkan.
Kepercayaan dan sejarah jalur Krumput seakan dibentuk bersama-sama dengan para
pemungut koin tersebut.
0 Komentar untuk "Jalur Maut Krumput Banyumas"